Sabtu, 10 Oktober 2009

TAHLIL, sebuah fenomena transfer pahala
Oleh : A. Adib Masruhan


Tahlil secara bahasa adalah membaca lafadl “lailaha illalloh” (لااله الا الله)
Sedang secara istilah yang lazim dipakai bisa didiskripsikan sebagai berikut:
Tahlil adalah sebuah kegiatan / peribadatan dengan membaca kalimah thoyibah (kalimah yang punya nilai lebih dalam pahala dibandingkan dengan kalimah lain) yang pahalanya dikirimkan kepada orang yang telah meninggal.
Mengenai dasar hukum masalah tahlil harus dirinci dari berbagai aspek, sehingga dasar syariat-nya (hukum Agama) bisa kita lihat dengan jelas sebagai berikut :
1. Kalau dilihat dari kebersamaan (berkumpul kumpul) membaca kalimah thoyibah itu tidak ada seorangpun yang membantah kebolehanya dan banyak dalil yang mengajarkan atas keabsahanya, diantaranya adalah :

عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن لله ملائكة يطوفون في الطرق، يلتمسون أهل الذكر، فإذا وجدوا قوما يذكرون الله تنادوا: هلموا إلى حاجتكم، قال: فيحفونهم بأجنحتهم إلى السماء الدنيا، قال: فيسألهم ربهم، وهو أعلم منهم، ما يقول عبادي؟ قال تقول: يسبحونك ويكبرونك ويحمدونك ويمجدونك، قال فيقول: هل رأوني؟ قال فيقولون: لا والله ما رأوك، قال فيقول: وكيف لو رأوني؟ قال يقولون: لو رأوك كانوا أشد لك عبادة وأشد لك تمجيدا وأكثر لك تسبيحا، قال يقول: فما يسألونني؟ قال يسألونك الجنة، قال يقول: وهل رأوها؟ قال يقولون: لا والله يا رب ما رأوها، قال يقول: فكيف لو أنهم رأوها؟ قال يقولون: لو أنهم رأوها كانوا أشد عليها حرصا وأشد لها طلبا وأعظم فيها رغبة، قال: فمم يتعوذون؟ قال يقولون: من النار، قال يقول: وهل رأوها؟ قال يقولون: لا والله يا رب ما رأوها، قال يقول: فكيف لو رأوها؟ قال يقولون: لو رأوها كانوا أشد منها فرارا وأشد لها مخافة، قال فيقول: فأشهدكم أني قد غفرت لهم، قال يقول ملك من الملائكة: فيهم فلان ليس منهم إنما جاء لحاجة، قال: هم الجلساء لا يشقي بهم جليسهم
صحيح البخاري ج: 5 ص: 2353

“Dari Abi Hurairoh berkata: Rasulullah SAW bersabda: bahwasanya Allah mempunyai malaikat yang mengelilingi jalan untuk mencari ahli dzikir, bila menemukan kaum yang sedang berdzikir (bersama) tentang Allah mereka memanggil manggil: marilah minta kebutuhan kamu sekalian, Nabi bercerita: para malaikat mengelilingi kaum tersebut dengan sayapnya sampai ke langit pertama, maka Tuhan mereka bertanya, (sedangkan Dia lebih tahu akan keadaan makhluknya): Apa yang dikerjakan oleh hamba hamba-Ku? Para malaikat menjawab: mereka membaca tasbih, membaca Takbir, membaca Tahmid dan mengagungkan Engkau. Allah betanya kembali: Apakah mereka melihat Ku? Malaikat menjawab: Tidak, mereka tidak melihat Engkau, Allah bertanya: Dan bagaimana seandainya mereka melihat Ku? Malaikat menjawab: seandainya mereka melihat Engkau, maka mereka sangat tekun beribadah, sangat mengagungkan Engkau dan akan berlebihan dalam membaca tasbih. Tuhan bertanya: apa yang mereka minta? Jawabnya: mereka minta sorga. Tuhan bertanya : apakah mereka telah melihatnya? Jawab malaikat: Tidak, Demi Allah Tuhan kami, mereka belum pernah melihatnya. Tuhan bertanya: Bagaimana seandainya mereka melihatnya? Jawab malaikat: seandanya mereka melihatnya niscaya mereka sangat bersemangat sekali dalam meminta dan sangat senang. Tuhan bertanya: dari apa mereka berlindung? Malaikat menjawab: Dari neraka. Tuhan bertanya: apakah mereka melihatnya? Malaikat menjawab: Tidak, Demi Allah merka belum pernah melihatnya. Tuhan bertanya: bagaimana seandainya mereka melihatnya? Malaikat menjawab: seandanya mereka melihat, niscaya mereka akan menjauh dan sangat takut. Tuhan berkata: maka Aku saksikan kepada kalian, bahwa Aku telah mengampuni mereka. Nabi bercerita: diantara malaikat ada yang protes: didalam kelompok itu ada orang yang datang hanya karena tujuan tertentu (bukan untuk dzikir) Allah menjawab: mereka adalah satu perkumpulan, tidak bisa terpisahkan satu dengan yang lain. (HR Bukhori 5:2353)

Hadits ini menunjukkan keutamaan dzikir bersama sama secara berkumpul, semua akan terkabulkan doanya, bahkan bila ada orang yang tidak berniat dzikir pun dan datang dimajlis tersebut, Allah tetap akan memberi ampunan kepadanya. Itu menunjukkan bahwa berkumpul kumpul untuk berdzikir sangat dianjurkan oleh Allah SWT.

2. Kalau dilihat dari segi mendoakan orang yang telah meninggal, maka perbuatan tersebut mendapat pujian dari Allah bagi yang melakukanya, sebagaimana disebutkan oleh Alqur’an surat Al Hasyr (QS 59:10) yang berbunyi:

والذين جاؤا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإ يمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين أمنوا ربنا انك رءوف رحيم

“Dan orang orang yang datang sesudah mereka selalu berdoa: ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengakian dalam hati kami terhadap orang orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”

Dalam ayat diatas orang orang yang mau mendoakan terhadap orang yang telah meninggal sebelunya mendapatkan pujian dari Allah SWT, termasuk orang orang yang mementingkan kepentingan umum dari kepentingan sendiri, sehingga kita dituntut untuk selalu mendo’akan orang orang yang telah meninggal mendahului kita.


3. Kalau kita melihat dari segi pengiriman pahala kepada mayyit, sampai dan tidaknya maka dasarnya adalah sebagai berikut:

a. Pengiriman pahala terhadap mayyit / orang yang telah meninggal dunia adalah sampai, hal ini kita lihat dari hadits yang diriwayatkan Ibnu umar berikut ini :
عن ابن عمر يقول سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: إذا مات أحدكم فلا تحبسوه وأسرعوا به إلى قبره وليقرأ عند رأسه بفاتحة الكتاب وعند رجليه بخاتمة البقرة في قبره

(المعجم الكبير ج: 12 ص: 444)
“Dari Abdullah ibn Umar berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Bila seseorang meninggal dunia maka janganlah kamu tahan mereka, tetapi cepat bawalah kekuburnya, dan bacakanlah diatas kepalanya surat Alfatihah dan diarah kakinya (bacakan) penutup surat al Baqoroh setelah dikubur” (HR Thobroni di Al Mu’jam al Kabir 12:444)

Dari hadits diatas bisa difahami bahwa orang yang telah meninggal dunia agar dikuburnya dibacakan (diarah kepala) surat Alfatihah dan (diarah kaki) akhir surat Albaqoroh, pembacaan tersebut tidak lain adalah agar pahala dari bacaan itu disampaikan oleh Allah SWT kepada si mayit, hal itu sesuai pemahaman yang dipakai oleh Ibnu Umar (putra Umar bin Khathab, termasuk salah satu tujuh shahabat pemberi fatwa, dan yang banyak meriwayatkan hadits), si periwayat hadits itu sendiri sehingga dia mensunnahkan apabila ada orang yang meninggal untuk dilakukan hal seperti itu.
عن عبد الرحمن بن العلاء بن اللجلاج عن أبيه أنه قال لبنيه: إذا أدخلتموني قبري فضعوني في اللحد وقولوا باسم الله وعلى سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وسنوا علي التراب سنا، واقرؤوا عند رأسي أول البقرة وخاتمتها، فإني رأيت بن عمر يستحب ذلك.

المعجم الكبير ج: 12 ص: 444
“Dari Abdurrohman ibn Al Alla ibn AL Lajlaj dari bapaknya berwasiat kepada anak anaknya: bila kamu sekalian telah memasukkanku kekuburan, maka letakkan aku ke dalam liang lahat, dan ucapkanlah bismillah wa ala sunnati Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam, dan tutuplah dengan tanah, dan bacakan diarah kepalaku awal dan akhir surat Albaqoroh. Karena aku melihat ibnu Umar mensunnahkan hal seperti itu.
(HR Thobroni Al Mu’jam al Kabir 12:444)
Apa yang diwasiatkan oleh Al Alla ibn Al-Lajlaj kepada anak anaknya adalah merupakan hasil pengetahuan yang diperoleh dari Abdullah Ibn Umar yang mensunnahkan pembacaan ayat alqur’an dikuburan setelah pemakaman mayit. Mungkinkah seorang sahabat sekelas Abdullah ibn Umar salah dalam memahami dan menafsiri ungkapan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW?.

b. Rasulullah SAW. melakukan sholat dipekuburan para Syuhada Uhud setelah delapan tahun dikuburkan serbagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud:
عن عقبة بن عامر: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج يوما فصلى على أهل أحد صلاته على الميت ثم انصرف
عن يزيد بن أبي حبيب بهذا الحديث قال: إن النبي صلى الله عليه وسلم صلى على قتلى أحد بعد ثمان سنين كالمودع للأحياء والأموات

سنن أبي داود ج: 3 ص: 216
“Dari Uqbah ibn Amir berkata: bahwasanya Rasulullah SAW pada suatu hari keluar rumah dan melakukan sholat mayyit di pekuburan Syuhada Uhud, kemudian pergi.
Dalam riwayat Yazid ibn Abi Hubaib untuk hadits ini berkata: Nabi SAW sholat terhadap Syuhada Uhud setelah delapan tahun (dikuburkan) seperti sholatnya orang hidup terhadap orang mati”(HR Abu Dawud 3:216)

Hal itu bisa diartikan dalam dua hal, yang pertama mendoakan kepada yang telah meninggal sebagaimana ayat QS 59:10 diatas dan yang kedua bahwa beliau mengirimkan pahala sholat tersebut kepada para Syuhada Uhud. Namun kalau hal itu diartikan ziyarah kubur, maka kurang mengena, dari riwayat yang disebutkan adalah beliau sholat mayyit kemudian pergi.

c. Berbagai pernyataan Nabi SAW yang menyatakan bahwa hutang orang yang telah meninggal dunia bisa ditanggung oleh orang yang masih hidup, baik hutang kepada sesama manusia, maupun kepada Allah SWT, bahkan beliau selalu menekankan hutang kepada Allah SWT lebih berhak untuk dibayar. Ini menunjukkan bahwa pengiriman pahala kepada orang yang telah meninggal dunia adalah sampai, seperti hadits dibawah ini :
عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من مات وعليه صيام صام عنه وليه

صحيح مسلم ج: 2 ص: 803
“Dari Aisyah RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: barang siapa meninggal dunia, sedangkan dia masih punya hutang puasa, maka yang menggantikan puasanya tersebut adalah ahli warisnya” (HR Muslim 2:803)

Dalam hadits ini dinyatakan oleh Rasulullah SAW bahwa amal baik yang dilakukan oleh orang yang masih hidup (berupa puasa) dapat dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia sebagai pengganti puasa yang terhutang bagi yang meninggal dunia, dan bahkan menjadi kewajiban bagi ahli waris untuk menqodlo hutang puasa tersebut, sebagaimana bila si mayyit punya hutang harta kepada sesama manusia, maka menjadi wajib atas ahli warisnya utuk membayar hutang tersebut sebelum pembagian harta warisan.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، إن أمي ماتت وعليها صوم شهر، أفأقضيه عنها؟ قال: نعم، قال: فدين الله أحق أن يقضى،
عن ابن عباس، قالت امرأة للنبي صلى الله عليه وسلم: إن أختي ماتت (وفي رواية) إن أمي ماتت وعليها صوم نذر (وفي رواية) وعليها صوم خمسة عشر يوما

صحيح البخاري ج: 2 ص: 690
“Dari Ibn Abbas RA berkata: datang seorang lelaki kepada Nabi SAW seraya berkata: Ya Rasulallah, ibu saya meninggal, dia mempunyai hutang puasa satu bulan, apakah harus aku bayar hutang tersebut atas namanya? Jawab Rasulullah SAW: Ya, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.
Dalam riwayat Ibnu Abbas yang lain: seorang wanita berkata kepada Nabi SAW: saudara perempuan saya meninggal (sebagian riwayat: ibu saya meninggal) dan punya hutang puasa nadzar (sebagian riwayat: punya hutang puasa setengah bulan)”. (HR Bukhori 2:690)

Dari hadits diatas dan hadits sejenis menunjukkan bahwa pahala yang dilakukan oleh seseorang, bisa dihadiahkan untuk membayar hutang orang yang telah meninggal dunia, dengan demikian pahala sesuatu amal yang dilakukan oleh seseorang baik itu bacaan alqur’an, sholat, puasa, shodaqoh dan lain sebagainya (pahala amal baik) bisa dihadiah / transferkan dan akan sampai kepada mayyit.

d. Kalau ditanyakan bahwa amal tersebut adalah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang sehingga membayarnya / mengqodlonya itu wajib pula atas ahli warisnya. Maka bisa dijawab dengan dua jawaban :
Pertama: memang dalam hadits diatas adalah puasa Romadlon atau puasa Nadzar, tapi hadits berikut ini adalah mengenai hal yang sunnah yaitu pahala shodaqoh dihadiahkan kepada ibu bapaknya :
عن عائشة أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، إن أمي افتلتت نفسها، ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت، أفلها أجر إن تصدقت عنها؟ قال: نعم

صحيح مسلم ج: 2 ص: 696
“Dari Aisyah berkata: seorang lelaki datang kepada Nabi SAW seraya berkata: Ya Rasulallah, Ibu saya meninggal mendadak, dia tidak berwasiat, dan saya kira bila dia sempat wasiat dia akan bersedekah, apakah dia bisa mendapat pahala bila saya bersedekah atas namanya? Jawab Nabi: Ya.” (HR Muslim 2:696)

Padahal harta yang ditinggal mati oleh seseorang secara langsung dan mutlak menjadi milik ahli warisnya, tidak ada sedikitpun yang masih menjadi miliknya kecuali bila simayit tadi masih mempunyai hutang.
Sehingga merupakan amal saleh dan bukti perbuatan yang terpuji bagi anak untuk bakti kepada orang tuanya dengan bersedekah dari harta yang dia miliki dan pahalanya dikirimkan kepada orang tua. Pada hadits diatas juga disebutkan –bila dia sempat wasiat dia akan bersedekah– ini menunjukkan bahwa yang mati adalah dermawan, yang secara hukum Allah orang tersebut akan dimasukan pada kelompok para dermawan seandainya sang anak tidak bersedekah sekalipun.
Dalam hadits diatas seorang anak bersedekah atas nama ibunya (pengiriman pahala sedekah) dan dinyatakan oleh Rasulullah SAW. dengan ungkapan “Ya”, bahwa simayyit dapat memperoleh manfaat / pahala sedekah tersebut.
عن أبي هريرة، أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم: إن أبي مات وترك مالا ولم يوص فهل يكفر عنه أن أتصدق عنه؟ قال: نعم

صحيح مسلم ج: 3 ص: 1254
“Dari Abi Hurairah, bahwasanya seorang lelaki berkata kepada Rasulullah SAW. SAW: Bapakku meninggal dunia, dan meninggalkan harta yang banyak, namun tidak wasiat apapun (tentang hartanya), Apakah dia akan diampuni dosanya bila aku bersedekah atas namanya? Jawab Nabi: Ya.” (HR Muslim 3:1254)

Pada hadits ini pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW. berbeda dengan diatas, kalau diatas apakah dia mendapat pahala, namun disini apakah dia akan diampuni? Keduanya adalah sama, mendapat pahala berarti dikurangi dosanya, begitu pula diampuni juga berarti dikurangi dosanya, yang kesamaanya adalah keduanya menunjukkan bahwa pengiriman pahala kepada mayyit itu dinyatakan oleh Rasulullah SAW adalah sampai, baik untuk yang berbentuk dan bersifat wajib ataupun sunnah.
Dalam hadits ini berbeda dengan hadits diatas, kalau tadi sedekah untuk mayit yang dermawan, tapi dihadits ini bersedekah untuk mayit yang bukan dermawan, disebutkan dia hartanya banyak, dan sakit hingga meninggal tidak berwasiat untuk hartanya sedikitpun.
Kedua hadits tersebut menggambarkan bahwa sedekah atau pengiriman pahala kepada mayit adalah sampai, tidak ada penghalang sedikitpun, baik sesuai kebiasaan orang tersebut (sebagai dermawan) maupun tidak sesuai naluri simayit (sebagai orang bakhil).
Kedua : Hadits hadits diatas sipelaku pengirim pahala masih tergolong ahli waris, seperti anak atau saudara perempuan namun hadits berikut adalah pahala sedekah yang diperuntukkan sebagai pertanggung jawaban atas hutang orang lain yang bukan ahli warisnya:
عن سلمة بن الأكوع رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم أتي بجنازة ليصلي عليها، فقال: هل عليه من دين؟ قالوا: لا فصلى عليه، ثم أتي بجنازة أخرى فقال: هل عليه من دين؟ قالوا: نعم، قال: صلوا على صاحبكم، قال أبو قتادة: علي دينه، يا رسول الله، فصلى عليه

صحيح البخاري ج: 2 ص: 803
“Dari Salamat ibn al Akwa’ RA, bahwasanya ada jenazah didatangkan kepada Nabi SAW untuk disholati, beliau bertanya: Apakah jenazah ini punya hutang? Maka menjawablah orang yang hadir disitu: tidak, dan Nabi mensholatkannya. Kemudian didatangkan jenazah yang lain, Nabi pun bertanya: Apakah jenazah ini punya hutang? Merekapun menjawab: Ya, Nabi SAW bersabda: Sholatlah kamu sekalian atas jenazah saudara kalian. (Paham akan maksud Nabi SAW bahwa beliau tidak akan mau mensholati bila jenazah tersebut punya hutang) maka berkata Abu Qotadah: Hutang jenazah ini atas tanggungan saya ya Rasulullah. Maka beliau berkenan mensholatinya” (HR Bukhori 2:803)

Disini tidak disebutkan hubungan antara Abu Qotadah dengan si mayit, namun secara sepontan dan demi persaudaraan sesama muslim maka dia berani menanggung hutang si mayit tersebut, itupun karena dia tahu bahwa hutang si mayit adalah hanya tujuh belas (17) dirham (Shahih Ibnu Hibban 7:330).
Begitu pula dalam hadits berikut ini, melaksanakan hajji atas nama orang lain atau saudaranya, yang mana hajji seperti ini (hajji amanat atau badal) telah disepakati oleh para ulama akan keabsahanya dan diperbolehkan oleh agama.
عن بن عباس: ان رسول الله صلى الله عليه وسلم سمع رجلا يقول: لبيك عن شبرمة فقال: من شبرمة؟ فقال: أخي أو قريب لي، قال: هل حججت؟ قال: لا، قال: فاجعل هذه عنك، ثم حج عن شبرمة،
صحيح ابن خزيمة ج: 4 ص: 345
“Dari Ibn Abbas berkata: bahwasanya Rasulullah SAW mendengar seseorang berniat hajji dengan ”Labbaika an Syubrumah (Saya berniat hajji untuk Syubrumah)” Nabi bertanya: Siapa Syubrumah itu? Orang tadi menjawab: dia saudaraku atau kerabatku. Nabi kembali bertanya: Apakah engkau sudah melaksanakan hajji? Jawabnya : Belum, Nabi mengatakan: jadikanlah hajji yang ini untukmu, dan hajji (tahun depan)untuk Syubrumah. (HR Ibn Khuzaimah 4:345)

وعن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من حج عن ميت فللذي حج عنه مثل أجره ومن فطر صائما فله مثل أجره ومن دعا إلى خير فله مثل أجر فاعله
مجمع الزوائد ج: 3 ص: 282
“Dari Abi Hurairoh berkata, bersabda Rasulullah SAW: Barang siapa hajji atas nama orang yang telah meninggal, maka bagi yang dihajjikan mendapat pahala seperti pahala yang melaksanakan, barang siapa memberi buka terhadap orang puasa maka baginya seperti pahala melakukan puasa, dan barang siapa mengajak berbuat baik maka baginya pahala seperti orang yang melakukan kebaikan. (HR Majmau Zawaid 3:282)
Dari contoh hadits diatas merupakan ijin dan pernyataan diperbolehkan melakukan ibadah dan pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah mati. Baik pahala baca alqur’an, puasa, sholat, sedekah, hajji, dan segala perbuatan yang baik yang mendapatkan pahala.
عن أبي بن كعب قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ذهب ربع الليل قام فقال: أيها الناس، اذكروا الله، اذكروا الله، جاءت الراجفة تتبعها الرادفة، جاء الموت بما فيه، جاء الموت بما فيه، جاء الموت بما فيه، قال أبي قلت: يا رسول الله، إني أكثر الصلاة عليك، فكم أجعل لك من صلاتي؟ قال: ما شئت، قال: الربع، قال: ما شئت، وإن زدت فهو خير، قال: النصف، قال: ما شئت وإن زدت فهو خير، قال: الثلثين، قال: ما شئت وإن زدت فهو خير، قال: أجعل لك صلاتي كلها، قال:إذا، تكفى همك ويغفر ذنبك،
سنن الترمذي ج: 4 ص: 636
“Dari Ubay in Kaab berkata: Apabila telah lewat seperempat malam Rasulullah SAW. bersabda: Hai manusia, ingatlah (dzikirlah) kamu pada Allah, ingatlah (dzikirlah) kamu pada Allah, telah datang gempa yang diikuti Tsunami, datanglah kematian dengan kaitanya, datanglah kematian dengan kaitanya, datanglah kematian dengan kaitanya, berkatalah bapakku: Ya Rasulullah, saya telah memperbanyak sholawat (do’a) atas kamu, seberapakah aku bersholawat atas kamu? Jawab beliau: terserah kamu, aku katakan: seperempat (malam)? Jawab beliau: terserah kamu, bila ditambah lebih baik. Aku katakan: separuh (malam)? Jawab beliau: terserah kamu, bila ditambah lebih baik. Aku katakan: dua pertiga (malam)? Jawab beliau: terserah kamu, bila ditambah lebih baik. Aku katakan: aku jadikan seluruh sholatku (do’aku) untukmu. Jawab beliau: kalau begitu, cukuplah amal sesuai keinginanmu, dan engkau telah terampuni dosamu.” (HR Tirmidzi 4:636)


Kemudian, orang yang melakukan ibadah atau tahlil dan pahalanya di hadiahkan kepada orang lain, pahala ibadah tersebut masih ada pada orang yang melakukan ibadah tadi tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun, sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim berikut ini:
عن عائشة: أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم إن أمي افتلتت نفسها وإني أظنها لو تكلمت تصدقت فلي أجر أن أتصدق عنها؟ قال: نعم
صحيح مسلم ج: 3 ص: 1254
“Dari Aisyah, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW: ibuku meninggal mendadak, dan saya mengira apabila dia sempat wasiat dia pasti sedekah, Apakah aku tetap mendapat pahala jika aku bersedekah atas nama ibuku? Jawab Nabi: Ya.” (HR Muslim 3:1254)

Dalam hadits ini ditanyakan apakah sedekah itu tetap mendapatkan pahala jika sedekahnya atas nama orang lain, atau pahalanya dikasihkan orang lain, dijawab oleh Nabi SAW dengan kata “Ya”, orang yang bersedekah tentu mendapat pahala, walau atas nama orang lain karena asal usul barang yang disedekahkan adalah darinya.
Begitu pula kalau kita perhatikan dalam hadits berikut :
أن سعد بن عبادة رضي الله عنه، أخا بني ساعدة توفيت أمه، وهو غائب عنها، فأتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، إن أمي توفيت وأنا غائب عنها فهل ينفعها شيء إن تصدقت به عنها؟ قال: نعم، قال: فإني أشهدك أن حائطي المخراف صدقة عليها،
صحيح البخاري ج: 3 ص: 1015
“Sesungguhnya ibu dari Saad ibn Ubadah saudara bani Saidah meninggal dunia sewaktu dia tidak ada dikampung, maka datanglah dia kepada Nabi SAW seraya berkata: Ya Rasulallah, ibuku telah meninggal, sedangkan aku tidak berada dikampung, apakah masih bisa bermanfaat bila aku bersedekah atas namanya? Jawaq Rasulullah SAW: Ya, Saad berkata: saya mohon anda saksikan bahwa kebun kurma saya Al Mikhrof adalah sedekah atas namanya” (HR Bukhori 3:1015)

Sebagai bakti seorang anak terhadap ibunya dia merelakan kebun yang diberi nama al Mikhrof sebagai wakaf atas nama ibunya, hal itu diterima oleh Rasulullah SAW dan menjadi wakaf sampai akhir hidup beliau. Kebun kurma itu adalah milik dari sahabat Saad ibn Ubadah sendiri dan disedekahkan dengan nama ibunya, maka dia mendapat pahala sebagai pemilik asli kebun tersebut, dan ibunya mendapat manfaat pahala sebagai hadiah dari anaknya.
Dalam hadits diatas ditanyakan “apakah masih bisa bermanfaat” karena ada ayat yang menyatakan :
وأن ليس للإ نسان الا ما سعى
“Dan bagi manusia itu tidak memiliki sesuatu kecuali yang ia lakukan sendiri”
Disinilah maka bahasa yang dikemukakan bukan untuk dimiliki, namun bisa mengambil manfaat, jadi bukan memiliki hak dari sedekah tersebut, tetapi mengambil manfaat dari sedekah tersebut.
(lebih lanjut lihat pembahasan masalah ayat ini dan sejenisnya pada pertanyaan berikut).
Perlu diketahui bersama, bahwa Ibadah itu ada dua macam; Maliyah dan badaniyah, sedangkan dalil dalil tentang sodaqoh itu menunjukkan bagi ibadah maliyah (materi), dimana ibadah ini oleh Rasulullah SAW boleh dihadiahkan kepada mayyit dan pahalanya dinyatakan sampai.
Sedangkan dalil dalil tentang puasa adalah misal bagi ibadah badaniyah (fisik), yang juga pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayyit dan dinyatakan sampai. Sedang ibadah haji adalah misal untuk ibadah maliyah dan badaniyah secara bersamaan yang merupakan gabungan dari keduanya juga pahalanya bisa dihadiahkan dan dinyatakan sampai kepada mayyit.
Puasa adalah jenis ibadah yang disertai niat dengan imsak (hanya sekedar nahan makan dan minum), pahalanya bisa sampai kepada mayyit, sedang qiroah atau baca alquran adalah ibadah yang dilakukan dengan niat dan perbuatan bahkan kadang tidak membutuhkan pada niat, oleh karena itu pahalanya bisa dan dibolehkan serta dinyatakan sampai bila dihadiahkan kepada mayyit. Selain itu segala perbuatan baik yang memperoleh pahala, maka pahalanya bila di hadiahkan kepada mayyit tentunya sampai juga, berdasar dari petunjuk dan penjelasan Nabi SAW tersebut diatas.
Untuk menjawab pertanyaan "bagaimana anda menanggapi dalil yang menyatakan bahwa hasil dari suatu amal itu milik pelakunya dan tidak bisa di hadiahkan apalagi dimiliki oleh orang lain, seperti dalil dalil berikut
وأن ليس للإ نسان الا ما سعى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memeperoleh selain apa yang telah diusahakanya” (An najm 53:39)
لها ما كسبت وعليها ما اكتسبت
“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakanya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Albaqoroh 2:286)
ولا تجزون الا ما كنتم تعملون
“Dan kamu tidak akan dibalas kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan” (Yasin 36:54) "
disini kami hanya menukil dari apa yang telah pernah ditulis oleh Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah ( seorang tokoh aliran Wahabi yang selalu diidolakan para aktivis PKS atau kelompok Salafi) dalam kitabnya Ar Ruh hal 123 sebagai berikut:
والقرآن لم ينف انتفاع الرجل بسعي غيره، وإنما نفي ملكه لغير سعيه، وبين الا مرين من الفرق ما لا يخفى، فأخبر تعالى إنه لا يملك الا سعيه،واما سعي غيره فهو ملك لساعيه، فإن شاء ان يبذل لغيره وإن شاء ان يبقيه لنفسه، وهو سبحانه لم يقل لا ينتفع إلا بما سعى
Alqur’an tidak menafikan (meniadakan) seseorang memperoleh manfaat dari usaha orang lain, tetapi menafikan untuk memiliki sesuatu yang bukan dari usahanya. Perbedaan antara keterangan diatas sangat jelas. Allah SWT menyatakan bahwa manusia tidak memiliki sesuatu kecuali dari hasil usahanya. Adapun usaha orang lain, maka yang berusaha itulah yang mendapatkan hasil usahanya, apakah ia berkehendak menghadiahkan kepada orang lain atau tetap bagi dirinya sendiri. Allah SWT tidak mengatakan seseorang tidak dapat memeperoleh manfaaat kecuali usaha sendiri”

وكذلك قوله تعالى: (لها ما كسبت وعليها ما اكتسبت ) وقوله (ولا تجزون الا ما كنتم تعملون) على ان هذه الآية اصرح للدلالة، على ان سياقها إنما ينفي عقوبة العبد بعمل غيره، وأخذه بجريرته، فإن الله سبحانه وتعالى قال: (فاليوم لاتظلم نفس شيئا ولا تجزون الا ما كنتم تعملون) فنفى أن يظلم بأن يزاد عليه في سيئاته او ينقص من حسناته او يعاقب بعمل غيره، ولم ينف ان بنتفع بعمل غيره، لا على وجه الجزاء، فإن انتفاعه بما يهدى اليه ليس جزاء على عمله، وإنما هو صدقة تصدق الله بها عليه وتفضل بها عليه من غير سعي منه بل وهبه ذلك على يد بعض عباده لا على وجه الجزاء
Begitu juga dalam firman Allah SWT yang artinya “Baginya (manusia) pahala dari kebajikan yang diusahakanya dan baginya siksa dari kejahatan yang dikerjakan” dan firman Allah yang artinya “Dan kamu tidak dibalas kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan” ayat ini dalam susunan kata katanya lebih jelas menunjukkan bahwa Allah SWT hanya menafikan (meniadakan) adanya siksa yang dikarenakan amal orang lain, maka Allah SWT menyatakan “Maka Allah SWT menafikan pada dirinya untuk berbuat dlolim dengan menambah kejelekan orang tersebut atau mengurangi kebaikanya atau menyiksa seseorang dikarenakan perbuatan orang lain dan bukan sebagai balasan atas suatu amalan”. Maka, jika mayyit memperoleh manfaat dari apa yang dihadiahkan kepadanya itu bukan suatu imbalan atas amalnya, melainkan suatu pemberian Allah SWT dan karunia-Nya yang diberikan kepada mayyit, melalui sebagian hambanya tanpa usaha lebih dahulu, bukan sebagai imbalan dari amalanya.

Demikian hal yang terkait dengan Tahlil, selain dasar dasar tersebut, Tahlil juga bisa bermanfaat sebagai berikut:
1. Sebagai usaha bertaubat kepada Allah untuk diri sendiri dan menambah pahala atau menjadi ampunan atas dosa saudara kita yang telah meninggal, karena fungsi tahlil adalah mengirimkan pahala kepada mayyit, maka semoga bisa menambah pahala dan memberi manfaat bagi mayit.
2. Merekatkan tali persaudaraan antar sesama, baik yang masih hidup dengan yang hidup, atau yang hidup dengan yang meninggal, sebab sejatinya Ukhuwwah Islamiyah tidak terputus karena kematian.
3. Untuk mengingatkan bahwa akhir dari kehidupan dunia adalah kematian, yang setiap jiwa tidak akan bisa melewatkan, sehingga sebagai peringatan bagi yag hadir bahwa kita sebentar lagi akan mengalami hal semacam itu.
4. Ditengah kesibukan meteriil yang melelahkan baik raga maupun jiwa, tentu setiap manusia membutuhkan kesejukan rohani yaitu dengan berdzikir (karena dengan Dzikir bisa membuat hati tenteram), dan dalam Tahlil itu kita temukan dzikir dan semacamnya.
5. Salah satu bentuk media yang efektif dalam berdakwah kepada Islam, dengan mengajak orang membaca la ilaha illlallah berarti kita memperbaharui keimanan kita atau telah meng-Islam-kan seseorang, bila orang tersebut non muslim.
6. Bisa kita gunakan ajang berdakwah, bila didalam kumpulan Tahlil tersebut ada acara sambutan atau Mauidloh Hasanah, kesempatan yang jarang kita temukan acara berkumpul dari kelompok Rukun Tetangga (RT) yang mana dalam RT tersebut orangnya beragam keagamaanya.
7. Sebagai takziyah / duka cita kepada keluarga mayit, dengan kehadiran kita di rumah duka, maka pihak keluarga yang ditinggal sedikit terhibur melupakan akan si mayit.



Mranggen, awal oktober 2009.